Eating disorder atau gangguan makan merupakan gangguan mental saat mengonsumsi makanan. Penderita gangguan ini biasanya makan terlalu sedikit atau terlalu banyak makanan, dan sangat berambisi pada bentuk tubuh dan berat badannya. Jenis gangguan makan ada beberapa jenis yang berbeda, namun yang paling sering dijumpai ada tiga jenis diantaranya adalah anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan gangguan makan yang berlebih.

Eating disorder atau gangguan makan ini bisa terjadi pada setiap usia laki-laki maupun perempuan, tetapi umumnya lebih banyak dialami oleh remaja putri yang sedang mengalami masa pubertas yang mempunyai citra tubuh yang relatif negatif, yaitu kisaran 13 sampai 17 tahun.


Masa-masa remaja adalah masa pergantian dari masa kanak-kanak menuju dewasa atau istilahnya pubertas dan adolescence untuk menerangkan tentang masa remaja. Istilah pubertas menggambarkan perubahan fisik seorang remaja. Sementara, istilah adolescence lebih menekankan pada aspek psikologis dan sosial seseorang remaja atau kematangan yang mengiringi masa pubertas (Soetjiningsih, 2004).

Menurut WHO (2002), batasan usia pada remaja adalah pada usia 10-19 tahun. Remaja disini mempunyai beberapa tahap dan pembagian, yaitu remaja pada tahap awal (usia 10-13 tahun), remaja pada tahap pertengahan pada (usia 14-15 tahun), dan remaja pada tahap akhir (usia 16-19 tahun). Perubahan fisik yang sangat cepat terjadi pada perkembangan seks sekunder dan perubahan komposisi tubuh memberikan perubahan yang berdampak besar terhadap bentuk tubuh pada seorang remaja.


Dampak tersebut menyebabkan banyak remaja merasa gelisah dan khawatir terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya, terutama apabila mereka tidak memiliki persiapan yang baik (Batubara, 2010). Sebagian besar remaja milenial Indonesia sekarang percaya bahwa tubuh yang kurus, kecil, dan langsing merupakan bentuk tubuh yang sangat sempurna untuk patokan kata menarik. Hal tersebut menyebabkan banyak remaja terutama remaja putri yang memiliki berat badan dan bentuk badan yang tidak sesuai dengan hal tersebut dikucilkan dan dianggap berbeda dalam hal pergaulan di masyarakat karena tidak sesuai dengan standar yang ada.

Karena adanya budaya tersebut yang menekankan bahwa kecantikan seseorang diukur dari penampilan, sekarang banyak remaja yang menyimpulkan bahwa di Indonesia jika mereka tidak good looking maka mereka tidak akan dihargai oleh orang lain. Bahkan sekarang penampilan dan bentuk tubuh yang menarik dianggap sebagai suatu cara atau jalan pintas menuju kesuksesan (Tiemeyer, 2007). Dapat dilihat dari banyaknya orang-orang yang terkenal dan sukses hanya karena mereka memiliki penampilan dan bentuk tubuh yang menarik, contohnya beberapa selebgram.

Mereka hanya menjual paras wajah yang cantik dan tirus juga bentuk tubuh yang kurus, kecil, dan langsing. Dalam kehidupan sehari-hari pun, kebanyakan masyarakat lebih berpihak terhadap orang-orang yang memiliki paras wajah dan bentuk tubuh yang menarik. Hal ini menjadi faktor utama banyak remaja putri sering merasa insecure atau tidak percaya diri terhadap bentuk tubuhnya.

Penelitian Kusumajaya, dkk. (2008) menjelaskan bahwa sekitar 23,8% remaja mempunyai citra tubuh negatif atau merasa bahwa mereka lebih gemuk dari berat badan yang sebenarnya mereka miliki. Jika dibandingkan dengan remaja putra, remaja putri lebih banyak mempunyai citra tubuh negatif yaitu sekitar 26,5%. Faktor lain penyebab seseorang mengalami gangguan makan sebenarnya belum diketahui secara pasti, tetapi para ahli meyakini bahwa faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan makan merupakan gabungan dari faktor genetik, faktor biologis, faktor lingkungan, serta masalah psikologis.

Gejala yang biasanya dirasakan oleh seorang penderita eating disorder cukup bervariasi, tergantung dari jenis gangguannya. Gangguan makan yang banyak ditemui pada remaja adalah anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Gejala gangguan makan berlebihan atau yang disebut Bulimia nervosa merupakan gangguan makan yang penderita selalu ingin segera membuang makanan secara tidak sehat seperti memuntahkan kembali makanannya. Atau dengan menggunakan obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi Sembelit atau kondisi sulit buang air besar (BAB) yang dapat membuang cairan tubuh. Hal ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang ingin makan banyak tapi tidak ingin berat badannya naik.

Kebanyakan dari penderita akan makan banyak sekali makanan dan setelah merasa puas, penderita akan membuangnya secara paksa. Hal tersebut dilakukan karena penderita merasa bersalah telah makan banyak dan takut berat badannya berlebih. Akibat perilakunya, penderita bulimia dapat merasakan gangguan berupa timbulnya peradangan pada tenggorokan, membengkaknya kelenjar ludah pada leher dan rahang, dehidrasi parah karena kekurangan cairan, gangguan pencernaan seperti penyakit refluks asam lambung (GERD) atau irritable bowel syndrome, serta mengalami gangguan elektrolit.

Kemudian ada gangguan makan yang disebut Anoreksia nervosa, gangguan yang membuat penderitanya sangat membatasi apa yang dimakan karena mereka merasa bahwa mereka terlalu gemuk, padahal dalam kenyataannya mereka sudah memiliki tubuh yang langsing dan mungkin terlalu kurus. Biasanya seorang penderita anoreksia nervosa sangat khawatir dengan kenaikan berat badannya sehingga mereka menimbang berat badannya berulang. Penderita akan melakukan pengurangan asupan kalori yang sangat ekstrim yang bahkan sampai tidak makan sama sekali. Gangguan makan ini banyak diderita oleh seseorang yang dituntut untuk berpenampilan menarik seperti model dan remaja yang sedang menjalankan program diet asal. Gangguan ini sangat fatal karena menyebabkan penderitanya kelaparan yang pada akhirnya membuat penderita putus asa dan berujung melakukan bunuh diri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa eating disorder yang menghantui remaja ini benar benar nyata dan sangat berbahaya. Perlunya kesadaran bahwa budaya orang Indonesia yang menganggap bahwa semakin kurus seseorang maka semakin cantik itu harus dihapuskan. Setiap orang memiliki berat badan idealnya masing-masing dan hal yang menarik dalam tiap tubuh tidak bisa dipukul rata, karena sebenarnya setiap tubuh itu indah namun tidak semua tubuh itu sehat. Pada masalah ini disarankan sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai citra tubuh yang positif untuk remaja agar mencegah terjadinya gangguan makan. Selain itu juga remaja putri yang berisiko tinggi mengalami gangguan makan diharapkan berkonsultasi ke dietisian atau dokter yang ahli dalam bidangnya.

(AMANDIA NINGRUM AULIA PUTRI)