Pandemi coronavirus COVID-19 telah memunculkan tantangan baru untuk diatasi oleh bangsa dan negara. Secara khusus, yaitu mengenai bagaimana negara merespons dan berupaya mencegah dan menghentikan penyebaran  virus jauh lebih luas. Banyak negara melakukan kebijakan yang diterapkan di dalam wilayahnya, seperti sistem kebijakan lockdown, atau kebijakan menjaga jarak sosial atau social distancing terhadap masyarakat. Beberapa negara menunjukkan keberhasilan, tetapi ada pula yang menunjukkan kegagalan dari kebijakan ini. Kedua kebijakan ini adalah contoh dari vaksin sosial yang dilakukan oleh pemerintah dalam menanggapi keadaan darurat ini. Namun, vaksin sosial masih perlu didukung oleh elemen lain, dan salah satu yang paling penting adalah tentang keikutsertaan atau peran Agama dalam mendukung ke efektifan vaksin sosial tersebut.

Pada faktanya fatwa pada agama lebih mampu mendorong massa untuk melakukan sesuatu secara serempak dan terartur daripada peraturan ataupun tekanan yang dilakukan oleh pemerintah. Terutama pada masyarakat yang memeluk Agama Islam, konsep ta’dzim pada ‘Ulama lebih dikedepankan untuk menuntun umat di kehidupan sehari – hari. Hal ini lah yang terkadang menimbulkan perbedaan dalam kebijakan pemerintah untuk menerapkan Lockdown atau Social Distancing pada masyarakat khususnya di Indonesia yang mana agama, khususnya Islam sebagai agama mayoritas, sangat besar perannya dalam kehidupan sehari – hari masyarakat.

Contoh ketika agama mampu memboyong massa besar ialah salah satunya pada pertengahan Maret 2020, Jemaah Tablig menggelar Ijtimak Dunia Zona Asia di  Gowa,  Sulawesi  Selatan  yang  dihadiri  8.695  orang  berasal  dari  48  negara.  Pada kegiatan  yang  menghimpun  massa ribuan orang ini menimbulkan banyak kekhawatiran  karena berpotensi memicu penyebaran virus corona. Berkaca pada acara serupa yang diselenggarakan di Malaysia menyebabkan lebih dari 500 anggota Jemaah Tablig  terinfeksi.  Dengan  dalih  “kita  hanya  takut  kepada  Allah,  tidak  takut  kepada selain-Nya” kegiataan yang tidak mendapatkan izin dari pemerintahan setempat itu pun tetap digelar.

Hal tersebut menjadi bukti kuatnya dogma dan fatwa tokoh agama terhadap suatu hal yang terjadi di tengah – tengah umat. Tak dapat dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang tidak percaya dengan pemerintah dan lebih percaya kepada tokoh agama. Keadaan ini timbul di tengah masyarakat disebabkan oleh maraknya kasus penyalahgunaan kekuasaan yang sebelumnya banyak terjadi di kalangan pemerintahan sehingga menimbulkan ketidakpercayaan di benak masyarakat.

Dewasa ini, tokoh agama lebih banyak menghiasi hati dan mensejahterakan keadaan umat dari pada pemerintah itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya ‘ulama ataupun tokoh agama yang melakukan contoh dan suri tauladan yang baik didepan masyarakat seperti berShadaqah, infak dan lain sebagainya. Hal tersebut dinilai oleh umat lebih mampu membantu keadaan umat.

Berbanding terbalik dengan kelakuan tokoh – tokoh yang memiliki kekuasaan di dalam pemerintahan. Tidak sedikit dari mereka yang menjadi bulan – bulanan masyarakat disebabkan oleh kesalahannya sendiri. Salah satu kesalahan yang membuat banyak umat geram ialah korupsi dana bantuan sosial oleh pihak yang menggunakan kekuasaan sebagai alat merampok dana milik umat yang seharusnya di salurkan pada yang membutuhkan.

Oleh: Ardhya Naufal Fahri (Alumni MAN2 kota Serang 2020)